Oleh:
James L. Ch. Faot, S.Pd[2]
“Kaum muda Indonesia hari ini, memilikul tanggung
jawab sejaharahnya. Bukan hanya untuk mengenyam pendidikan demi mencerdaskan
diri, tetapi bertanggung jawab untuk mencipta media dan alat-alat pendidikan
demi mencerdaskan seluruh tumpah darahnya”
Pengantar
Kaum muda
Indonesia adalah para pelopor pembangunan dunia pendidikan Indonesia. Didasari
oleh kondisi terjajah dan menderita di tangan kolonialisme, mereka
menyelenggrakan sekolah-sekolah, demi mencerdaskan diri dengan mengenyam serta
menyebarluaskan ilmu pengetahuan. Indonesia yang telah merdeka itu, diharapkan
mampu mengisi pembangunan kemerdekaanya menuju masyarakat adil dan makmur.
Kaum muda,
para pelopor pendidikan Indonesia, mampu mengenal secara esensial apa itu
pendidikan, yakni memediasi manusia untuk memperoleh ilmu pengetahuan dan
kebijaksaan demi mencapai kemaslahatan bersama.
Inilah torehan
sejarah berdarah dan sarat nilai, peran pemuda Indonesia dalan kanca
historisnya adalah mengambil posisi pelopor dalam mentrasformasi budayanya
melalui penciptaan media serta alat-alat perjuangannya melalui pendidikan yang revolusioner,
dan bukan yang lain.
Mereka adalah Pencipta Sejarah
Dari politik
etis kolonial, tumbuh gerakan perlawanan dan perebutan kemerdekaan Indonesia
melalui dunia pendidikan.
Pada 1908 Budi
Utomo, menggagas Studiofont
(beasiswa) untuk membantu para pelajar Jawa yang kurang mampu. Pada 1921 Tan
Malaka S.I. School (Sarekat Islam) untuk membantu kaum miskin memperoleh
pendidikan.
Mohamad Syafei
mendirikan Indonesia Nederlanse School (INS) di Sumatra Barat pada 1926; Ki
Hajar Dewantara Nationaal Ondewijs Instituut Taman Siswa (Perguruan Tinggi
taman Siswa) pada 1922; serta Kyai Ahmad Dahlan mendirikan organisasi agama
Islam pada 1912 di Yokyakarta, yang kemudian berkembang menjadi pendidikan Muhammadiyah.
Romo Mangun
Wijaya mendirikan Sekolah Dasar Mangunan di Yokyakarta; Burhanudin mendirikan
Qaryah Tarbiyah; Butet Manurung, mendirikan Sekolah Anak Rimba di Jambi; Dick
Doang, mendirikan Kandang Jurang Doang di Jakarta, dan masih banyak aksi
kepeloporan yang dilakukan oleh kaum muda diberbgai-bagai tempat.
Memahat Sejarah Kita
Lalu, apa
intinya semua catatan di atas?
Tentu saja, itu
merupakan contoh nyata/konkrit dari banyak dimensi melaksanakan peran kaum muda
dalam membangun duania pendidikan. Jika, kita sama-sama menyadari bahwa pendidikan kita sedang berada di bawah
dominasi neoliberalisme; suatu sistim ekonomi/politik/budaya, yang pada dasarnya
diabdikan bagi akumulasi modal/kapital, maka kita pula menyadari bahwa banyak
rakyat tidak memiliki harapan untuk menjadi cerdas apalagi mampu mencapai
kondisi kehidupan yang makmur. Sebab, tidak ada kecerdasan dan kemakmuran di
bawah eksploitasi.
Geliat
komersialisasi pendidikan merendahkan mutu asupan kecerdasan rakyat Indonesia.
Kecil harapan untuk bangkit menjadi manusia yang memiliki kebajikan dalam
sistim persekolahan yang hanya bisa menghisap dengan banyak tipuan privilagenya.
Karena itu,
harus ada inisiatif untuk mengambil kepeloporan, melanjutkan tanggung jawab
sejarah dan mewariskan sejarah serta tanggung jawab yang baru untuk generasi ke
depan, dengan tantangangannya sendiri.
Pilihannya ada
pada kita. Mengambil keputusan untuk mencipta sesuatu bagi tujuan-tujuan
pendidikan atau membiarkan diri dibentuk skenario sejarah yang mereproduksi
mental ketertindasan.
Ingat, bacaan
sejarah menjelaskan ini pada kita sekalian…”masa kita [sekarang] adalah memahat
sejarah kita sendiri, yang seharusnya berujung pada terbangunnya masyarakat
yang adil dan makmur!
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar