Minggu, 07 April 2013

Peran Pemuda Dalam Membangun Dunia Pendidikan[1]



Oleh: James L. Ch. Faot, S.Pd[2]

 “Kaum muda Indonesia hari ini, memilikul tanggung jawab sejaharahnya. Bukan hanya untuk mengenyam pendidikan demi mencerdaskan diri, tetapi bertanggung jawab untuk mencipta media dan alat-alat pendidikan demi mencerdaskan seluruh tumpah darahnya”

Pengantar


Kaum muda Indonesia adalah para pelopor pembangunan dunia pendidikan Indonesia. Didasari oleh kondisi terjajah dan menderita di tangan kolonialisme, mereka menyelenggrakan sekolah-sekolah, demi mencerdaskan diri dengan mengenyam serta menyebarluaskan ilmu pengetahuan. Indonesia yang telah merdeka itu, diharapkan mampu mengisi pembangunan kemerdekaanya menuju masyarakat adil dan makmur.
Kaum muda, para pelopor pendidikan Indonesia, mampu mengenal secara esensial apa itu pendidikan, yakni memediasi manusia untuk memperoleh ilmu pengetahuan dan kebijaksaan demi mencapai kemaslahatan bersama.
Inilah torehan sejarah berdarah dan sarat nilai, peran pemuda Indonesia dalan kanca historisnya adalah mengambil posisi pelopor dalam mentrasformasi budayanya melalui penciptaan media serta alat-alat perjuangannya melalui pendidikan yang revolusioner, dan bukan yang lain.    

Mereka adalah Pencipta Sejarah

Dari politik etis kolonial, tumbuh gerakan perlawanan dan perebutan kemerdekaan Indonesia melalui dunia pendidikan.
Pada 1908 Budi Utomo, menggagas Studiofont (beasiswa) untuk membantu para pelajar Jawa yang kurang mampu. Pada 1921 Tan Malaka S.I. School (Sarekat Islam) untuk membantu kaum miskin memperoleh pendidikan.
Mohamad Syafei mendirikan Indonesia Nederlanse School (INS) di Sumatra Barat pada 1926; Ki Hajar Dewantara Nationaal Ondewijs Instituut Taman Siswa (Perguruan Tinggi taman Siswa) pada 1922; serta Kyai Ahmad Dahlan mendirikan organisasi agama Islam pada 1912 di Yokyakarta, yang kemudian berkembang menjadi pendidikan Muhammadiyah.
Romo Mangun Wijaya mendirikan Sekolah Dasar Mangunan di Yokyakarta; Burhanudin mendirikan Qaryah Tarbiyah; Butet Manurung, mendirikan Sekolah Anak Rimba di Jambi; Dick Doang, mendirikan Kandang Jurang Doang di Jakarta, dan masih banyak aksi kepeloporan yang dilakukan oleh kaum muda diberbgai-bagai tempat.

Memahat Sejarah Kita

Lalu, apa intinya semua catatan di atas?
Tentu saja, itu merupakan contoh nyata/konkrit dari banyak dimensi melaksanakan peran kaum muda dalam membangun duania pendidikan. Jika, kita sama-sama menyadari bahwa  pendidikan kita sedang berada di bawah dominasi neoliberalisme; suatu sistim ekonomi/politik/budaya, yang pada dasarnya diabdikan bagi akumulasi modal/kapital, maka kita pula menyadari bahwa banyak rakyat tidak memiliki harapan untuk menjadi cerdas apalagi mampu mencapai kondisi kehidupan yang makmur. Sebab, tidak ada kecerdasan dan kemakmuran di bawah eksploitasi.
Geliat komersialisasi pendidikan merendahkan mutu asupan kecerdasan rakyat Indonesia. Kecil harapan untuk bangkit menjadi manusia yang memiliki kebajikan dalam sistim persekolahan yang hanya bisa menghisap dengan banyak tipuan privilagenya.
Karena itu, harus ada inisiatif untuk mengambil kepeloporan, melanjutkan tanggung jawab sejarah dan mewariskan sejarah serta tanggung jawab yang baru untuk generasi ke depan, dengan tantangangannya sendiri.     
Pilihannya ada pada kita. Mengambil keputusan untuk mencipta sesuatu bagi tujuan-tujuan pendidikan atau membiarkan diri dibentuk skenario sejarah yang mereproduksi mental ketertindasan.
Ingat, bacaan sejarah menjelaskan ini pada kita sekalian…”masa kita [sekarang] adalah memahat sejarah kita sendiri, yang seharusnya berujung pada terbangunnya masyarakat yang adil dan makmur!

***



[1] Disampaikan pada diskusi Pemuda Mahasiswa Kabupaten Sumba Tengah, Nusa Tenggara Timur, di Aula STIM Kupang, pada 30 Maret 2013. 
[2] Politisi; Sekretaris Dewan Pimpinan Cabang Partai Kebangkitan Bangsa Kota Kupang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar